"BERDAMAI DENGAN MASA LALU"




"BERDAMAI DENGAN MASA LALU"

Kejadian 32 : 22 - 32.
Move on dong, begitu pernyataan yang sering kita dengar. Peringatan ini mengisyaratkan adanya situasi yang membebani seseorang sehingga sulit melintas ke babak baru kehidupannya.

Makin besar beban masa lalu seseorang, makin besar pula ketakutannya untuk masuk ke babak baru kehidupannya. Semakin dia takut dengan masa lalunya, semakin dihantui pula dia dengan mitos-mitos yang dianggapnya sebagai realitas.

Tanpa disadarinya dia hidup dalam realitas palsu yang tersusun atas anggapan toh semuanya sudah terjadi dan tidak mungkin memperbaikinya lagi. Semakin lama anggapan itu semakin diyakini benar dan hiduplah dia dengan kebiasaan itu. Apa yang kita sebut sebagai pembuat hoax dan tukang fitnah, karena sudah dari sononya begitu, akan menghidupi seperti sesuatu yang normal.

Mereka yang sudah terpenjara oleh masa lalunya biasanya menciptakan ilusi bahwa segala sesuatu berjalan seperti biasa. Energi untuk mempertahankan anggapan itu adalah dengan jalan menyangkalinya atau melupakannya. Secara psikologis beban masa lalu itu ingin ditolak seperti tidak pernah terjadi. Semakin seseorang sukses hidupnya secara materi, semakin besar daya sangkal terhadap masa lalu.

Dalam sejarah kehidupan ini tidak ada orang secara utuh bisa melupakan atau menyangkali masa lalunya. Selalu ada dorongan yang kuat, lebih kuat dari energi sukses hidupnya, untuk tetap mengingat masa lalunya. Kalau toh dia bisa melupakan, itu bisa saja terjadi pada manusia yang lumpuh nuraninya, ada orang lain yang tidak bisa melupakannya.

Jalan yang terbaik untuk menghadapi masa lalu dan berani melangkah ke masa depan adalah dengan cara berdamai dengan masa lalu. Berdamai dengan masa lalu butuh keberanian dan kebesaran jiwa. Tidak cukup hanya keinginan, tetapi harus ada tindakan. Dalam momen mengambil tindakan itulah kekhawatiran dan ketakutan makin membesar. Akibatnya langkah terhenti dan penyangkalan terjadi.

Keberanian dan kebesaran jiwa ternyata membutuhkan satu hal penting yaitu intervensi Allah. Dalam iman manusia percaya bahwa jika Allah yang menolong, maka kita bisa melintasi rintangan seberat apapun. Intervensi Allah yang membuat kita mampu mengambil keputusan untuk berdamai dengan masa lalu, secara teknis kita sebut sebagai pertobatan.

Pertobatan itu pula yang membuat keberanian dan kebesaran jiwa Yakub mewujud dalam tindakannya menyelesaikan persoalannya dengan Esau saudaranya. Yakub meminta maaf kepada Esau, ia berdamai dengan masa lalunya dengan pertolongan Tuhan. Esau juga mengalami perubahan yang sama. Sama seperti Yakub yang kemudian bergelar Israel itu, mereka berdamai dengan masa lalu.

Mereka bisa menerima itu sebagai kesalahan yang bisa terjadi pada siapa saja. Karena itu bertobat dan meminta maaf atas semua kesalahan masa lalu itu melegakan dan membuat langkah kehidupan lebih ringan diayunkan. Beberapa hari yang lalu, sesudah terkuaknya ceritra hoax seorang ibu. Saya terkesima mendengar kata-kata seorang ibu lainnya dalam suatu diskusi disalah satu stasiun TV.

Ibu itu berbicara kepada seorang laki-laki sudah agak tua, katanya tegas: "Sudahlah! Jangan memfitnah terus, makanya kamu tidak bisa move on. Sudah tua bertobatlah, kamu kan orang beragama!". Ibu ini benar. Apa yang dia katakan adalah kenyataan. Orang yang terlanjur terbiasa menebar hoax dan fitnah, apalagi yang punya agenda politik tapi tak berani untuk menanggung kegagalan, akan memproduksi hoax dan fitnah itu secara sadar.

Berdamai dengan masa lalu juga menyangkut bidang-bidang kehidupan lainnya. Terutama para korban dari peristiwa yang membuat penderitaan berat bahkan korban jiwa. Seperti bencana besar yang terjadi di Sulteng (Palu, Donggala, dan Sigi). Mereka butuh penguatan bahkan pertobatan untuk berdamai dengan masa lalu ketika bencana itu menghancurkan kehidupan mereka.

Bahkan dalam banyak diskusi kegempaan, pasca gempa di Sulteng, disebut dengan jelas bahwa karena Indonesia merupakan negara yang wilayahnya sangat rawan bencana, maka orang Indonesia harus berdamai dengan bencana. Bersiap dan waspada terhadap gejala alam dan menghadapinya dengan berani kalau terjadi bencana. Kita harus tetap move on dan membangun budaya yang peka terhadap hal-hal yang membahayakan keselamatan hidup kita.

Agama-agama yang masih menjadi satu kekuatan sosial di dalam masyarakat Indonesia, memiliki tanggung jawab untuk mendidik generasi bangsa untuk keluar dari kungkungan masa lalu, dari trauma sejarah kehidupannya supaya bisa menjadi bangsa yang besar, maju, berkeadaban tinggi.

Jika agama-agama, terutama gereja, hanya sibuk dengan urusan masa lalu, terobsesi dengan ilusi kebenarannya sendiri, sibuk mengutak atik hukum-hukumnya dengan dalil-dalil masa lalunya, maka agama tersebut tidak punya signifikansi apa-apa untuk membawa bangsa ini ke masa depan yang lebih baik. Orang banyak sering mengatakan, bangsa lain sudah sampai ke luar angkasa, kita masih berputar-putar dengan soal-soal identitas kelompok (SARA).

Yakub tidak akan pernah bisa melintas dari masa lalunya, jika ia tidak bergerak menemui Esau. Dalam bingkai sejarah yang lebih besar dapat dikatakan bahwa Israel (nama Yakub sesudah ia bergumul dengan Tuhan) tidak pernah akan jadi bangsa yang maju peradabannya apabila mereka tidak berdamai dengan masa lalunya dan berani melintas ke masa depannya.

Bagaimana dengan bangsa Indonesia? Bangsa ini tidak pernah dapat menggapai cita-citanya apabila ia lupa sejarahnya, menyangkalinya (tidak mengakui bahwa bangsa ini terbentuk atas dasar perbedaan), dan menganggap hanya milik kelompok tertentu saja.

Karena yang paling sering menjadi persoalan di bangsa ini adalah faktor perbedaan agama, maka agama-agama itulah yang harus bertobat. Jika pertobatan itu terjadi, maka kedudukan agama-agama akan menjadi kekuatan signifikan untuk membawa bangsa Indonesia ke arah perubahan yang searah dengan cita-citanya. Harapan besar akan turun dalam tindakan sehingga bangsa ini akan mampu melintas ke masa depan yang berkeadaban tinggi.

Selamat hari Minggu,
Pdt. Wielsma DK. Baramuli
(Minggu, 7 Oktober 2018)

**
DOA: Tuhan Yesus kami memohon kesembuhan dan kekuatan bagi bapak Pdt Wielsma Baramuli yang telah lama sakit. ... Amin!.

Sumber: FB  SAHABAT SEIMAN KRISTEN

0 Response to ""BERDAMAI DENGAN MASA LALU""

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel