Cara Tuhan dan Pikiran Manusia
Monday 24 December 2018
Edit
Cara Tuhan dan Pikiran Manusia
Di sebuah desa kecil di kaki bukit yang jauh dari hiruk-pikuk dan keramaian, tinggallah sebuah keluarga kecil yang hidupnya sangat sederhana atau lebih tepat dikatakan "keluarga miskin".
Tetapi walaupun tergolong miskin, mereka berempat: sang ayah, ibu dan dua orang anaknya yang masih kecil, hidup bahagia disana. Mereka tak pernah lupa bersyukur atas kemurahan Tuhan dalam kehidupan mereka. Itulah yang menjadi sumber sukacita dan pengharapan bagi mereka sehingga mereka dapat merasakan damai sejahtera.
Sang ayah sudah berusaha bekerja sekuat tenaga mengolah sawah dan ladang mereka tetapi panen mereka selalu gagal dan gagal lagi hampir setiap tahun. Meskipun demikian, sang ayah selalu bersikap tegar dan terus berusaha bekerja sekuat tenaga dengan harapan suatu saat pasti hasil panennya akan melimpah.
Semangatnya tak pernah kendor dan sang ayah terus berusaha mencari nafkah dengan berbagai upaya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya. Demi anak dan istrinya, sang ayah rela melakukan apapun sepanjang pekerjaan itu masih halal.
Dan satu hal yang tak pernah berubah adalah, sang ayah selalu mengajak dan mengingatkan istri dan kedua anaknya agar selalu berusaha mendekatkan diri kepada Tuhan, tekun berdoa dan rajin beribadah.
Sang ayah selalu mengatakan bahwa Tuhan adalah sumber dari segala sesuatu dan segala sesuatu suatu saat akan kembali kepada Tuhan dan tidak ada sesuatu apapun terjadi tanpa seizin dan kehendak Tuhan.
"Yang terpenting dan terutama, biarlah hati kita mengasihi Tuhan jauh melebihi apapun yang ada di bumi. Kita harus mengasihi Tuhan dengan segenap hati dan dengan segenap jiwa dan dengan segenap akal budi kita," nasihat sang ayah kepada istri dan kedua anaknya.
***
Ketika beberapa hari lagi natal akan tiba, sang ayah duduk termenung dan wajahnya kelihatan sedih. Belum pernah dia selemah ini. Dia pergi ke bilik rumahnya, lalu berdoa: "Tuhan, hari natal sudah dekat. Aku tidak meminta apapun dari padaMu, hanya berikanlah kami makanan secukupnya dan jika Tuhan berkehendak, berikanlah baju baru untuk kedua anakku"
Setelah itu, sang ayah mengajak istrinya dan kedua anaknya pergi ke ladang. Siapa tahu ada sisa-sisa hasil kebun yang dapat diambil untuk dijual. Harapannya hanya ingin membeli dua pasang baju baru, masing-masing satu pasang untuk kedua anaknya.
Baru saja mereka tiba di ladang dan belum lagi duduk untuk melepaskan penat, dari kejauhan mereka melihat asap tebal membubung tinggi ke angkasa dari arah kampungnya. "Rumah siapa gerangan yang terbakar?", kata sang ayah.
Tiba-tiba seorang pemuda berlari kencang ke arah mereka. Sambil tergopoh-gopoh pemuda tersebut berkata: "Pak, rumah bapak terbakar dan tak satupun barang yang dapat diselamatkan. Seisi kampung sudah berusaha untuk memadamkan tetapi kami tak berhasil. Semuanya ludes hangus tak bersisa.
Dengan spontan sang ayah langsung memeluk istri dan kedua anaknya dan mereka berempat menangis dan bersimpuh sampai ke tanah. Dalam kekalutan, sang ayah tetap berusaha untuk tetap tegar dan mengajak istri dan kedua anaknya berdoa agar Tuhan memberikan kekuatan kepada mereka menghadapi musibah tersebut.
Mereka pun kembali ke kampungnya tanpa membawa hasil apapun dari kebun. Setibanya di kampung, mereka melihat rumahnya sudah tinggal abu yang berubah menjadi debu memilukan. mereka pun terpaksa harus menumpang di rumah saudaranya. Mereka pasrah dalam doa kepada Tuhan, apapun yang terjadi, terjadilah.
Tak berapa lama kemudian, berita musibah kebakaran tersebut segera tersebar ke seluruh kampung disekitarnya. Dan penduduk dari kampung-kampung disekitarnya banyak yang tergerak hatinya untuk menolong.
Mereka mengumpulkan apa saja yang dapat mereka kumpulkan. Ada yang memberikan beras, pakaian bekas, papan, uang dan peralatan-peralatan memasak. Sementara bapak-bapak dan pemuda bergotong-royong. Ada yang mencari kayu dan daun Rumbia di hutan. Dan dalam tempo yang tidak lama, mereka berhasil mendirikan rumah baru untuk keluarga miskin tersebut.
Setelah rumah tersebut benar-benar selesai, mereka berempat memasukinya. Sang ayah memeluk kedua anak dan istrinya lalu menangis dan berdoa:
"Tuhan, saya hanya meminta makanan secukupnya dan dua pasang baju baru untuk kedua anakku. Tetapi sekarang Engkau memberi lebih dari apa yang kami butuhkan. Sebuah rumah baru, beberapa karung beras dan sejumlah uang dan perabot dapur yang tidak pernah kami pikirkan tetapi itu yang Kau sediakan bagi kami".
Setelah sang ayah selesai berdoa, dia mencium kedua anak dan istrinya lalu berkata: "Cara Tuhan berbeda dengan cara manusia, dan pikiran Tuhan berbeda dengan pikiran manusia. Ketika rumah kita terbakar, semuanya seakan-akan sudah berakhir. Tetapi Tuhan berkendak lain, Dia menyediakan lebih dari yang kita pikirkan"
Tuhan Yesus memberkati kita semua.
Sumber: FB