Anakku ranking ke-23 ...




Anakku ranking ke-23 ...

Di kelasnya ada 28 orang murid, dan setiap kenaikan kelas, anak perempuanku selalu mendapat ranking ke 23. Lambat laun ia pun dijuluki dengan panggilan nomor ini. Sebagai orangtua, kami merasa panggilan ini kurang enak didengar, namun anehnya anak kami tidak merasa keberatan dengan panggilan ini.

Dan pada hari ini, sebuah acara keluarga besar yang menjadi tradisi keluarga, kami semua berkumpul bersama di sebuah tempat kuliner sederhana untuk merayakan natal bersama. Topik pembicaraan semua orang adalah tentang jagoan mereka masing masing. Lalu Anak anak ditanya apa cita-cita mereka kalau sudah besar....? Ada yang menjawab jadi dokter, pilot, arsitek bahkan presiden. Semua orang pun bertepuk tangan. Tapi anak perempuan kami terlihat sangat sibuk membantu anak kecil lainnya makan. Dan semua orang pun mendadak teringat kalau hanya dia yang belum mengutarakan cita citanya didepan kami semua.

Karena sudah didesak orang banyak, akhirnya dia menjawab ,,,
" nanti saat aku dewasa, cita citaku yang pertama adalah menjadi seorang guru TK, memandu anak-anak menyanyi, menari lalu bermain-main ".
Demi menunjukkan etika kesopanan, semua orang tetap memberikan pujian, kemudian menanyakan apa cita-citanya yang kedua.
Dia pun menjawab ,,,
" aku ingin menjadi seorang ibu, mengenakan kain celemek bergambar Doraemon dan memasak di dapur, kemudian membacakan cerita untuk anak anakku dan membawa mereka ke depan teras rumah untuk melihat bulan bintang."

Tentu saja, semua sanak keluarga saling pandang tanpa tahu harus berkata apa lagi. Nampak raut muka dari isteriku pun terlihat canggung sekali pada saat itu.
Sepulangnya kami kembali ke rumah, isteriku mengeluhkan ke padaku, apakah aku akan membiarkan anak perempuan kami kelak hanya menjadi seorang guru TK...?

Anak kami sangat penurut, dia tidak lagi membaca komik, tidak lagi membuat origami, tidak lagi banyak bermain. Bagaikan seekor burung kecil yang kelelahan, dia ikut les belajar sambung menyambung, buku buku pelajaran dan buku latihan dikerjakan terus tanpa henti. Sampai akhirnya tubuh kecilnya tidak bisa bertahan lagi terserang flu berat dan radang paru-paru. Akan tetapi hasil ujian semesternya membuat kami tidak
tahu mau tertawa atau menangis pada saat itu, tetap saja anak kami di rangking 23.
Kami memang sangat sayang pada anak kami ini, namun kami sungguh tidak memahami akan pencapaian dirinya pada nilai pelajaran di sekolahnya.

Dan pada suatu minggu diawal bulan, teman teman segereja mengajak untuk pergi ber rekreasi bersama. Dan semua orang membawa serta keluarga mereka. Sepanjang perjalanan penuh dengan canda tawa, ada anak yang bernyanyi, ada juga yang memperagakan kebolehannya. Anak kami tidak punya keahlian khusus, terlihat hanya terus bertepuk tangan dengan sangat gembira. Dia seringkali lari ke belakang untuk mengawasi bahan makanan, merapikan kembali kotak makanan yang terlihat sedikit miring, mengetatkan tutup botol yang longgar atau mengelap wadah sayuran yang meluap ke luar. Dia sibuk sekali bagaikan seorang pengurus rumah tangga cilik.

Ketika saat istirahat buat makan, ada satu kejadian tidak terduga. Dua orang anak lelaki teman kami, satunya si jenius matematika, satunya lagi ahli bahasa Inggris berebut sebuah kue. Tiada seorang pun yang mau melepaskannya, dan juga tidak mau untuk saling membaginya. Para orang tua pun kemudian membujuk mereka, namun tidak berhasil. Dan pada saat terakhir, anak kamilah yang berhasil melerainya dengan merayu mereka untuk berdamai.

Ketika perjalanan pulang, jalanan macet, dan Anak anak mulai terlihat gelisah. Anakku membuat guyonan dan terus membuat orang orang semobil tertawa tanpa henti. Tangannya juga tidak pernah berhenti, dia mengguntingkan berbagai bentuk binatang kecil dari kotak bekas tempat makanan. Sampai ketika turun dari mobil bus,setiap orang mendapatkan guntingan kertas berbentuk hewan masing masing, dan mereka semua terlihat begitu gembira.

Selepas ujian semester, aku menerima telpon dari wali kelas dari anakku. Pertama tama mendapatkan kabar kalau rangking sekolah anakku tetap saja 23. Namun dia mengatakan ada satu hal aneh yang terjadi. Hal yang pertama kali ditemukannya selama lebih dari 30 tahun mengajar. Dalam ujian bahasa ada sebuah soal tambahan. Dalam soal itu tertera : SIAPA TEMAN SEKELAS YANG PALING KAMU KAGUMI dan APA ALASANNYA....?
Dan jawaban dari semua teman sekelasnya sama, tidak ada satu pun yang beda. Mereka serentak menuliskan nama anakku dalam kertas sebagai jawaban mereka.

Mereka bilang karena anakku sangat senang membantu orang, selalu memberi semangat, selalu menghibur, selalu enak diajak buat berteman, dan banyak lagi hal lainnya.
Dan wali kelas anak kami memberi pujian ,,,
" Anak bapak ini kalau bertingkah laku terhadap orang, benar-benar nomor satu".

Tidak berselang lama aku mencandai anakku dan berkata padanya ,,,
" Suatu saat kamu akan jadi pahlawan...".

Anakku yang sedang merajut selendang leher tiba-tiba menjawab ,,,
" Bu guru pernah mengatakan sebuah pepatah, ketika pahlawan lewat, harus ada orang yang bertepuk tangan di tepi jalan."

Dia pun lalu melanjutkan ,,,
" Ayah... Aku tidak mau jadi pahlawan. Aku mau jadi orang yang bertepuk tangan di tepi jalan saja."

Tentu saja aku terkejut mendengarnya. Dalam hatiku pun terasa hangat seketika. Seketika hatiku tergugah oleh anak perempuanku. Di dunia ini banyak orang yang bercita-cita ingin
menjadi seorang pahlawan, jadi orang-orang hebat, atau orang yang terkenal. Namun anakku memilih untuk menjadi orang yang tidak ' terlihat ' adanya. Seperti akar sebuah tanaman, tidak terlihat, tapi dialah yang mengokohkan, dialah yang memberi makan dan dialah yang memelihara kehidupan buat yang lainnya

Sahabatku sekalian,,,
Hidup itu bukan semata-mata untuk menunjukan siapa yang paling penting, siapa yang paling berperan, atau siapa yang paling hebat, akan tapi sederhana saja, siapa yang paling bermanfaat bagi yang lain.

Selamat Natal, 25 Desember 2018.
Dan selamat menyongsong tahun baru 2019
Imanuel.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel