TAURAT, TAURAT, TAURAT



TAURAT, TAURAT, TAURAT

“Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, tetapi yang kesukaannya ialah Taurat Tuhan, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Ia seperti pohon, yang ditaman di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunny; apa yang diperbuatnya berhasil” (Mazmur 1: 1-3).

Bagaimanakah menurut Anda hidup di satu dunia di mana satu tanda berhenti hanya berarti, “Kami harap Anda sedikit melambat”; di mana batasan kecepatan merupakan anjuran menyenangkan; di mana hijua berarti “pergi” dan kuning “jalan lebih cepat,” dan merah brarti “terbang?” Meskipun kita semua mengemudi dengan cara itu sesekali, faktanya tidak seorang pun ingin hidup di dunia di mana aturan yang melindungi dan standar hukum ditinggalkan.

Namun pada suatu masa itulah dunia mereka: “Pada zaman itu… setiap orang berbuat benar menurut pandangannya sendiri” (Hak. 21: 25). Suatu dunia seperti yang di gambarkan oleh Fyodor Dostoevsky dalam The Brothers Karamazov: “Jika tidak ada Allah, segala sesuatu diperbolehkan.” Yang tentu saja, tidak berbeda dari dunia yang kita diami sekarang ini, bukan? “Semua orang berbuat benar menurut pemandangannya sendiri.”

Terhadap latar belakang sekular, pasca modern ini terasa agak pelik. Bersukacitalah dalam Taurat Tuhan? Ayolah! Kapankah terakhir kali salah satu dari kita melakukan itu! Tetapi ngatlah, Torah, kata Ibrani untuk “Taurat,” bisa saja spesifik seperti Sepuluh Hukum dan sluas seluruh isi Kitab Suci. Walaupun Mazmur 1 bukanlah panggilan Ilahi untuk menjadi “legalist,” itu adalah gambaran tegas dari sahabat-sahabat Allah yang suka membenamkan dirinya sendiri dalam Taurtat-Nya siang dan malam. Yang telah menemukan dalam keduanya hukum Ilahi maupun Firman Ilahi, perlindungan mereka dari kejahatan dan janji mereka untuk kesuksesan yang mensejahterakan. Disiplin kerohanian mereka setiap hari mengakui pengamatan Jean-Paul Sarte: “Tiadak ada point jelas memilki arti tanpa pont referensi yang kekal.” Mereka telah menemukan di dalam Allah mereka dari Firman-Nya, suatu point referensi kekal untuk menuntun mereka.

Bukankah waktunya kemudian tiba bagi umat pilihan untuk lagi membiarkan rasa takut terhadap tuduhan ‘legalisme” menahan keterbenaman mereka ke dalam inti dari Torah Ilahi?” “Hendaknya tidak seorang pun menyerah kepada godaan dan menjadi kurang tekun dalam ketaatannya kepada hukum Allah karena kejijikan yang ditujukan atasnya… sudah waktunya berjuang ketika para pemenang paling diperlukan” (Review and Herald, 8 Juni 1897). Bilamana Kristus adalah poin referensi kekal Anda, mengapa tidak membela hukum-Nya di zaman yang tanpa aturan?

0 Response to "TAURAT, TAURAT, TAURAT"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel