“Jadi Domba, Bukan Serigala”



“Jadi Domba, Bukan Serigala”

Namanya Jim Yost, orang Amerika yang jadi misionaris di suku Sawi, Papua selama belasan tahun dan kini melayani di Sentani, Papua sejak 20 tahun terakhir. Saya kenal Jim Yost karena suami saya yang tau Jim Yost saat diundang ke kantor suami dulu, saat masih bekerja di Cahaya Bagi Negeri, CBN. Hari ini Jim Yost datang ke GBI Plaza Indonesia dan saya diinfokan sehingga saya hari ini beribadah di sana.

Jim Yost berbicara tentang “Kegerakan” yang terjadi di Indonesia. Kegerakan di luar tembok gereja yang melanda Indonesia. Jiwa-jiwa yang tidak tertarik pada agama tetapi mempunyai problem hidup bejibun serta merasa tidak berharga. Jim Yost tahu kebutuhan jiwa-jiwa ini karena ia bergaul setiap hari dengan mereka yang tersisihkan. Tukang mabuk, pecandu narkoba, pelacur, anak gang, you name it....Jim menjadi seperti Yesus yang berjalan dengan orang berdosa menurut kacamata orang Yahudi yang pada masa Yesus hidup dengan standar iman begitu tinggi.

Jim membentuk gereja melalui gaya hidupnya, melalui gaya hidup para pendosa. “Gereja” hadir di komunitas pelacur, komunitas anak jalanan, klub bola, dll. Ibadah bukan hari Minggu tetapi setiap hari. Buka Alkitab, belajar Firman TUHAN, berdoa dan mendoakan orang lain. Jim percaya seseorang bisa berhenti melakukan perbuatan dosa jika mengetahui dan melakukan ajaran Yesus. Ngga ada orang yang bisa berubah menjadi benar tanpa Yesus.

Hidup Jim adalah tentang pelayanan kepada TUHAN, tentang misi, tentang jiwa dan jiwa dan jiwa! Ketika Jim memutuskan ke Papua, ia datang ke suku yang belum kenal dunia luar. Suku terasing, suku yang percaya animisme dan tidak bisa berbahasa Inggris. Jim jelas tidak bisa berbahasa Sawi. Namun Jim tidak takut terbunuh di tangan suku di negeri antah berantah karena Jim percaya Amanat Agung adalah My Father’s Business. Jim hanya pekerjanya. Jim hanya taat. Jim mengatakan, YESUS berkata, “Pergilah, sesungguhnya Aku mengutus kamu seperti anak domba ke tengah-tengah serigala.”(Kitab Lukas 10:3). Jim bilang, karena tidak ada domba maka ia harus impor domba dari Selandia Baru ke suku Sawi untuk memudahkan orang suku Sawi tahu domba sehingga bisa mengerti makna Anak Domba Elohim. Saat memiara domba dan kambing itulah, Jim tahu domba sangat bodoh, lebih pintar kambing. Namun domba, menurut Jim adalah tipe hewan penurut. Mereka ikuti suara Jim, sebagai gembala. Begitu pula kita. Kita ini domba-domba bodoh yang diutus ke tengah dunia yang penuh serigala. Bukan cuma diutus sebagai domba tetapi anak domba (lihat ayatnya) yang jelas jauh lebih lemah daripada domba dewasa. Domba bodoh seperti kita akan aman, selamat jika dengar suara Gembala Agung kita.

Saya membayangkan kalo dulu tantangan Jim adalah serigala berbentuk suku terasing yang bisa kanibal, maka serigala masa kini bisa saja ISIS yang gorok leher orang Kristen, Taliban, HTI, Boko Haram yang menculik anak sekolah, diperkosa, dipaksa meninggalkan Yesus. Saya tercekat. Apa iya YESUS beneran mengutus pengikutNya kepada “serigala” seperti itu? Saya tidak tahu. Tetapi saya menyadari setiap orang punya panggilannya masing-masing. Saya dan Anda semua sudah terpilih menjadi “anak domba di tengah serigala” saat kita memutuskan mengikut YESUS. Apakah kita jadi takut mati? Atau takut ngga punya jabatan? Gimana dengan takut miskin? Hahaha, semoga tidak. Keselamatan dalam YESUS jauuh lebih berharga daripada hidup, nyawa, jabatan dan harta. Semoga teladan pelayanan Jim Yost yang konsisten membuat kita terinspirasi dan membuat kita sadar dunia ini penuh serigala, seperti kata YESUS. Jadilah DOMBA, bukan serigala. Selamat Hari Minggu. TUHAN YESUS memberkati Anda semua di minggu yang baru ini. ImanuEl.

Sumber: Monique Rijkers

0 Response to "“Jadi Domba, Bukan Serigala”"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel